Kubuka mata ini yang masih berat. Kubiarkan saja badaku yang masih
pegal ini bangun. Kulangkah kan kakiku ke kamar mandi yang kecil, kumuh
dan sempit. Yang mungkin jarang sekali ditemui. Kuambil air dengan
telapak tangan suciku ini dan aku bersiap tuk wudhu.
10 menit berlalu, aku harus segera mandi. Sebelum mandi, seperti
biasa aku harus mengambil air di sungai yang cukup jauh dari istana
kecilku. Aku harus melewati berbagai rintangan yang menerpa. Goyangan
rerumputan seakan-akan memberiku semangat.
Setengah jam kulalui hanya untuk mengambil air. Setelah itu aku
bergegas tuk mandi. “Kinanthi, cepat berangkat ke sekolah sebelum
orang-orang berangkat bekerja” Kata wanita cantik yaitu Ibuku yang sudah
tidak bisa apa-apa lagi karena kelumpuhan sejak 5 tahun yang lalu.
“iyaa bu sebentar lagi Kinanthi berangkat” kataku sebari memakai sepatu
yang sudah tidak layak pakai ini. Maklum, aku, ibuku, dan satu orang
adiku hanya tinggal tanpa seorang ayah. Ayahku telah meninggal sejak 6
tahun yang lalu ketika aku masih berusia 7 tahun karena penyakit yang
dideritanya. Terpaksa aku harus menafkahi keluarga kecilku ini sebagai
penjual kue tradisional ke tetangga-tetangga dan biasanya aku bawa
hingga ke sekolah. Biasanya pagi-pagi buta ibuku telah membuat kue
tersebut, dan sebelum berangkat aku pun harus menjajakan kue-kue
tersebut kepada para tetangga dan teman-temanku.
35 menit telah berlalu, akhirnya aku sampai ke sekolah. Aku pun memasuki kelas dengan membawa dagangan kue-kue ku ini.
“ihhh, anak miskin, mau ke sekolah kok harus jualan sich? Gak mampu
bayar uang sekolah? Hahaha.. makannya gak usah sekolah ajaa” ledekan
Yuri kepadaku.
Tetapi aku hanya membalasnya dengan senyuman. Karena, jika aku
bertengkar dengannya, itu percuma, karena tidak akan menyelesaikan
masalah. Aku sudah sering diejek oleh teman-temanku.
“Kinanthi, duduk sini” kata Rena
“Hay, iyaa” balasku.
Aku pun duduk di samping Rena. “Rena, emang kamu gak malu, punya teman
sepertiku, aku kan jelek, miskin. Sedangkan kamu, cantik kaya pula”
tanyaku kepada Rena.
“Udahlah Kin, kita itu berteman kan bukan dilihat dari fisik dan
kekayaan. Kalau kita udah cocok ke seseorang tersebut, kenapa kita harus
malu berteman dengannya” balas Rena yang membuatku tersenyum bahagia,
karena ternyata aku masih mempunyai teman sebaik dia.
“tapiii Ren” balasku penuh keraguan.
“udah-udah…” balas Rena sambil tersenyum.
Tett, tett, tett…
Bel masuk pun berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai. Oh ya,
pagi ini kelas kami Ulangan Ips. Keadaannya pun menjadi sunyi. Aku yang
duduk di depan Yuri, merasa aneh karena ada yang melempariku kertas
dari belakang. Aku pun tidak mau menoleh, karena bisa-bisa aku dikira
menyontek. Kertas itu pun terjatuh, tanpa di sengaja kertas tersebut di
ambil oleh Pak. Sholeh. Pak Sholeh pun langsung menanyakan kertas
tersebut milik siapa. Sepertinya kertas tersebut bersisi contekan. Yuri
langsung saja menuduhku, tanpa ada bukti yang tidak jelas.
“Kinanthi pak.. itu milik Kinanthi” tuduhan Yuri kepadaku.
Aku pun langsung mebenarkannya “tidak pak, itu bukan milik saya” jelasku
“sudah-sudah nanti Kinanthi dan Yuri ke ruang bapak, ada yang mau bapak bicarakan sama kalian berdua” jelas Pak. Sholeh
“tapii pakk.. kenapa harus sama saya? Emang saya salah apa?” bantah Yuri.
“sudah, nanti dibicarakan di ruang saya” bentak pak Sholeh.
Suasana pun menjadi agak panas. Waktu untuk ulangan pun telah habis. Kemudian dilanjutkan oleh mata pelajaran selanjutnya.
Tett… tettt… tettt.. bel istirahat pun berbunyi. Aku pun langsung keluar
dan menju ruang pak Sholeh. Tokk tokk tokk, aku pun mengetok pintu dan
kemudian aku dan Yuri dipersilahkan duduk. Aku merasa khawatir.
“begini, untuk masalah ulangan tadi sudah, tidak usah difikirkan, saya
hanya ingin memberi tau, bahwa kalian berdua kurang lebih 1 bulan ini
akan mengikuti lomba nembang dan nari tingkat Provinsi. Buat Kinanthi,
kamu lomba nari, buat Yuri kamu mendapat untuk mengikuti lomba nembang”
kata Pak Sholeh.
“pakk.. tapi saya gak begitu pintar menari” kataku
“ihh.. apa sih bisanya kamu, nari aja nggak bisa” ejek Yuri
“tenang Kinanthi, nanti ada guru profesional yang akan mengajari kalian” balas Pak Sholeh.
“pak, tapi saya gak bisa nembang, nembang jawa kan pak?” tanya Yuri.
“iyaa nanti kamu nembang jawa. Lagu mulai difikirkan sejak sekarang”
balas Pak Sholeh
“ohh begitu siap pak” balas Yuri.
“Ya sudah, kalian boleh meninggalkan ruang bapak. Latihan yang semaksimal mungkin” kata pak Sholeh
“iyaa pak, permisi” kataku dengan Yuri.
Kami pun meninggalkan ruangan pak Sholeh. Aku langsung kembali menuju
kelas, aku hampir saja lupa ingin mengambil kue-kueku ke kantin,
akhirnya aku menuju ke kantin, untuk mengambil kue-kueku kepada pemilik
salah satu kios. Tiba-tiba bu. Minah atau pemilik kios yang aku
titipkan kue-kueku memanggilku
“Kinanthiii.. sinii.. cepetan” teriak bu Minah yang langsung menarik perhatian teman-teman yang berada di kantin.
“iyaaa buuu.. ada apa?” balasku mendekat ke bu Minah.
“lihat ini, kue-kue yang kamu titipkan, ini apaa… kenapa rambut bisa ada
di kue-kue kamu. Kamu mau menjelekan nama kios milik ibu” kata Bu Minah
“Yaa Allah bu, tidak buu… walau rumah saya jelek dan kotor tetapi pembuatan makanan ini sangat bersih dan higenis.” Balasku.
“halah… bersih gimana.. udah bawa makanan mu ini.. jangan pernah
sekali-kali kamu menitipkan makanan ini ke kios ibu. Cari kios-kios yang
lain” balas bu Minah.
“iyaa buu, maaf yaa bu” balasku.
“Yaa Allah ujian apa yang engkau berikan kepada hambamu yang malang ini?” batinku.
Ternyata semua itu kerjaan si Yuri yang ingin membalas dendam
kepadaku. Aku tau ketika Yuri tertawa-tertawa dan menceritakan nya ke
teman-temannya yaitu Adel dan Lutfia. Aku yang mengetahui semua ulah
Yuri, aku tak mau membalas dendam ke Yuri. Biarkan saja, mungkin itu
sudah menjadi takdir bagiku. Bel masuk pun berbunyi.
Aku pun mengikuti pelajaran dengan sepenuhnya. Tak terasa, jam telah
menujukkan pukul 1 siang. Semua siswa pun pulang. Sebelum pulang aku
mendapat kabar bahwa lomba diadakan kurang lebih 24 hari lagi, dan besok
sepulang sekolah aku ada latihan nari di sekolah.
Kulihat daganganku yang belum habis, akhirnya aku memutuskan untuk
menjajakan kue-kue ku ke pasar dekat sekolah. Walau sang surya telah
berada tepat di atasku. Satu setengan jam aku berada di pasar.
Alhamdullilah, semua daganganku habis. Aku merasa bahagia, karena aku
pulang bisa membawa seplastik beras dan sesachet kecap manis. Aku hampir
saja lupa untuk melaksanakan sholat Dzuhur, akhirnya aku mencari
musholla terdekat. Ku luangkan waktu untuk sholat.
Sesampainya di rumah, aku langsung memasakan beras untuk dimakan kita bersama. Adikku sudah mulai kelaparan.
“kak, makanannya sudah jadi?” kata Adikku, Hana.
“bentar ya dek, 5 menit lagi” kataku sambil menunggu nasi masak. Tak
seperti di rumah-rumah lain, yang masak menggunakan kompor. Keluarga
kami dari dulu menggunakan kayu bakar. Kekurangan menggunakan kayu bakar
adalah asap yang banyak dan jika terkena mata sangat perih. Biasa
sekali jika aku, ibu dan adikku batuk-batuk. Nasi pun masak, tidak
seperti yang kalian bayangkan, nasi yang aku buat sangat sedikit.
Kiranya hanya untuk 2 orang. Melihat ibu sedang tertidur lelap,
kuputuskan aku dan adikku makan dahulu. Adikku makan dengan lahapnya.
Walau tiada lauk, kecap dan garam sudah merasa special bagiku.
“kak, kok kakak gak makan?” tanya adikku
“ohh ini buat ibu dek, kakak udah makan” balasku yang berbohong
“ohh gitu kak, oke” balas adikku.
“Ya Allah maafkan hambamu ini yang telah berbohong kepada adikku
sendiri, aku tak mau jika ibu ku tak makan seharian. Aku rela mati demi
ibu” batinku.
Air mata ku pun mulai menetes. Aku pun segera mengusapnya. Ibu ku pun bangun, aku langsung siap menyuapinya.
“bu, makan dulu yaa..” kataku
“udah nak, kamu makan dulu aja” balas ibu
“udah bu, Kinan udah makan tadi” kataku yang berbohong
“yaa udah..” balas ibu.
Akhirnya aku menyuapi ibuku dengan penuh kesabaran. Aku pun langsung
memberi tau, bahwa aku telah dipilih untuk mengikuti lomba menari
tingkat Provinsi. Kejadian di kantin tadi, sengaja aku tidak ceritakan.
Karena jika aku ceritakan, akan membuat kondisi fisik ibu melemah, dan
jika itu terjadi, terpaksa ibu harus dirawat di puskesmas, untuk makan
saja kurang, apa lagi buat biaya perawatan, itu mustahi. Setelah selesai
aku menyuapi ibu, aku langsung mencuci pakaian di belakang rumah. Malam
tiba, seperti biasa pasti setiap malam rumahku banyak nyamuk. Itu hal
yang biasa yang kita alami.
Sang surya mulai bangun dari tidurnya. Kubuka jendela manis kecilku.
seperti biasa, aku sholat dan langsung mandi. Pukul 6.15 aku sudah siap
berangkat ke sekolah sambil membawa dagangan kue ibuku. Aku sangat
senang karena aku bisa membantu ibu. Tiba-tiba sesampainya di sekolah,
aku terkejut karena Lomba Menari tersebut dimajukan menjadi 5 hari lagi.
Aku mulai merasa pesimis aku yakin aku tidak akan menang. Tapi, dengan
aku mengingat ibuku yang seperti itu, semangat ku kembali lagi, aku
harus semangat, aku pasti bisa. Pulang sekolah aku berlatih menari
bersama Bu. Astuti. Rencananya aku akan membawakan Tari Piring. Aku
harus giat berlatih.
“Bu, tari piring itu dari mana sich?” tanyaku
“ohh.. tari piring itu dari kota Solok profinsi Sumatera Barat” balas bu. Astuti.
“ohhh… tapi, bu, mengapa aku tidak sering melihat tari puring?, walau
saya di rumah tidak ada tv, saya pernah melihat di tv tetangga saya, kok
acara tv nya lebih banyak kebudayaan luar? Padahal kebudayaan Indonesia
kan bagus-bagus bu. Aneh, anak jaman sekarang malah lebih cinta
kebudayaan luar” kataku.
“iyaa, memang sekarang lebih banyak kebudayaan luar masuk begitu saja.
Anak-anak jaman sekarang pasti tidak tau tari kecak itu?” balas Bu.
Astuti.
“saya tau bu, tari kecak itu salah satu tarian yang berasal dari Indonesia tepatnya dari Bali. Betul kan bu?” balasku.
”iyaa betul sekali, apakah Kinanthi tau, siapa yang pertama kali menciptakan tari kecak?” balas Bu. Astuti.
“hmmm, ituuu Waaa.. waa siapa gitu pokoknya.. hehehe” balasku.
“wayan Limbak makusdnya?” terang Bu. Astuti.
“ohyaa bu.. betul-betul.. kenapa kita tidak membawakan tari kecak saja?” tanyaku.
“loh, tari kecak kan dimainkan puluhan bahkan ribuan orang yang duduk
melingkar sambil mealunkan suara cakk cakk cakk cakk” balas Bu. Astuti.
“ohh iyaa hehehe” balasku.
“yaa sudah, ayo kita belajar lagi, nanti malah gak jadi-jadi.. kurang 5 hari lagi.. semangat” balas bu. Astuti.
“wahh, pasti bu” balasku.
Akhirnya aku berlatih tari piring dengan semangat. Aku yakin aku
pasti bisa, jadi seorang penari yang profesional merupakan cita-citaku
sejak dulu. Dalam lomba ini, aku akan buktikan bahwa kebudayaan
Indonesia lebih baik dan lebih bagus dari kebudayaan luar. 3 jam aku
berlatih, aku mulai mampu menguasai gerakan. Ku ayunkan perlahan tangan
manisku ini. Kuseka keringat yang mulai menetes. Aku mulai ahli dalam
tari piring. Hari demi hari aku jalani. Cobaan demi cobaan aku hadapi.
Aku ingin membuktikan bahwa seorang penari yang profesional bisa lahir
dari mana saja. Bahkan dari tempat yang mungkin kalian anggap sampah.
Besok adalah lomba menari dan lomba nembang. Kulihat para pesaingku,
wah aku semakin putus asa, karena pakaian mereka sangat bagus. Sedangkan
aku sangat sederhana. Para peserta pun mulai menampilkan kepiwaianya
dalam menari. Ketika juri mengucapkan “Kinanthi Putri Aisya dari SMP N
Bukit Singgih dipersilahkan maju” .
Aku sangat tidak percaya diri, karena melihat semangat dari teman-temanku, aku pun mulai menaiki panggung mini.
Perlahan-lahan kuayunkan tanganku. Aku mulai merasa percaya diri.
Para penonton memberiku tepuk tangan yang sangat meriah, aku tak
menyangka itu. Sekarang waktunya Yuri menampilakn kepiwaiannya dalam
menembang, Yuri menembangkan lagu Lir I Lir. Awalnya Yuri tidak ingin
tampil. Peserta demi peserta pun telah menampilkan bakat mereka.
Sekarang, waktunya pengumuman pemenang. Dimana semua peserta dibuat shock dan deg-degan.
“Juara 3 lomba menari di menangkan oleh Arsyila Dewi Sukmana dari SMP
Nusa Bangsa, pemenang kedua dimenangkan oleh Diana Ayu dari SMP tunas
Bangsa, dan pemenang pertama dimenangkan oleh Kinanthi Putri Aisya dari
SMP N Bukit Singgih, untuk para pemenang dipersilahkan maju untuk
menerima piala dan sebgainya” jelas seorang juri.
Aku tak menyangka itu, wah hatiku sangat senang sekali. Akhirnya aku
bisa menujukkan ke ibuku bahwa inilah bakatku. Aku dengan malunya maju
ke atas panggung.
“dan untuk juara 3 lomba nembang dimenangkan oleh Liliana Rusyda Talitha
dari SMP N Danar Nuksa, juara 2 dimenangkan oleh Yuriana Febri
Pramesthi dari SMP N Bukit Singgih, dan juara pertama diraih oleh Adelia
Putri dari SMP Setya Dua, dimohon untuk naik ke atas panggun untuk
menerima hadiah dan lainnya. Wah ternyata Yuri menang juga, aku sangat
bahagia. Aku langsung memberi selamat ke Yuri.
“Selamat yaa” kataku.
“iyaayya gak usah sombong deh, mentang-mentang juara 1” balas Yuri yang membuatku harus bersabar.
“aku bukannya sombong, aku hanya ingin memberi selamat ke kamu” balasku.
“halah.. alesan ajaa” balas Yuri.
“udah deh Kinn, jangan ditanggepin” saut Rena.
“Iyaa” balasku.
“Untuk pemenang juara 1 menari dan menembang ada lomba berikutnya yaitu
lomba antar negara atau lomba internasional. Kalian akan mewakili
Indonesia. Untuk info selengkapnya biar bapak atau ibu guru kalian
memberi tau” jelas seorang juri.
Wahh, hatiku sangat senang, tak kusangka aku bias ke luar negeri, aku akan bahagiakan adikku dan ibuku tersayang.
Hari per hari telah kulalui. Penyakit ibu mulai parah. Aku tak tega
meliht ibu yang sering batuk-batuk. Dengan uang yang aku dapatkan dari
kemenangan lomba. Aku gunakan uang ini untuk berobat ibu. Ku periksakan
ibu ke puskemas terdekat. Kata dokter, penyakit ibu tambah parah.
Akhirnya aku putuskan untuk membeli beberapa obat dari resep dokter. Aku
berjanji jika esok besar, aku harus menjadi orang yang sukses, aku
janji akan menyembuhkan penyakit ibu.
Akhirnya kami pulang ke rumah. Sesampainya di rumah ada 2 orang
berbadan besar, sepertinya itu orang ingin menagih utang kami. Padahal,
uang sisa berobat tinggal sedikit, ketika aku ingin masuk ke rumah.
Orang tersebut berkata
“ehh, anak kecil, mana ibu kau” bentaknya
“ibu?” balasku
“iyaa ibumu mana??”
salah seorang itu sambil menegok ke belakang dan melihat ibu
“ohh itu dia, eh mana bayaran kau, kamu sudah nunggak 2 bulan, janjinya
minggu kemarin mau dibayar, mana uangnya? Kalau tidak rumah ini saya
sita” jelasnya.
“jangan pak, jangan, kalau rumah ini disita kami akan tinggal dimana, ini satu-satunya harta benda kami pak” balas ibu.
“halah, alasan saja, pokoknya bayar yaa bayar” bentak orang itu.
“ya udah ini pak, ada beberapa uang, mungkin ini bisa sedikit mengurangi hutang kami” balasku.
“anakku, jangan kamu pakai uang itu untuk membayar, uang itu kan bisa buat kamu beli peralatan sekolah” balas ibu.
“udah bu.. tidak apa-apa, jangan difikirkan, yang penting ibu sama adik bisa tetap tinggal disini” balasku.
“ya udah kalau begitu, beberapa minggu lagi kami akan kembali kesini, kalian harus sudah bisa melunasinya. Mengerti?” balasnya.
“baik pak” kataku.
Ibu pun terlihat sangat senang.
Besok dimana aku harus mengikuti lomba tingkat internasional. katanya
lomba tersebut diadakan di Malaysia. Alhamdullilah semua biaya di
tanggung oleh sekolah. Aku belum pernah merasakan pergi ke luar negeri.
Ada 1 masalah yang membuatku ragu utnuk pergi ke Malaysia. Bagaimana
dengan ibuku? Aku tak tega meninggalkannya sendirian. Tetapi, kata guru
aku, ibu bersama adikku sementara boleh menginap di rumah Bu Shanti atau
guru IPS di sekolahku yang dikenal ramah dan baik.
Aku telah terbangun dari lautan mimpiku. Aku siap untuk berangkat ke
Malaysia dengan tekad yang sangat kuat. Aku yakin aku pasti bisa
mengenalkan budaya Indonesia yang sangat bagus kepada dunia. Aku
berangat bersama para juara lainnya. Aku didampingi oleh Bu. Rani, Bu.
Dewi, dan Bapak Santoso. Akhirnya aku sampai di Malaisya, ku injakan
pertama kali kakiku ini di Malaysia. Aku diajak ke hotel untuk
berisitirahat. Setelah itu aku makan di lantai bawah hotel. Sepertinya,
besok adalah babak pertama lomba menari dan menembang. Sayangnya, lomba
menembang tidak dari SMP kami. Rencananya aku besok membawakan Tari
Gambyong. Kata Bu. Dewi ada 2 babak. Semoga saja Perwakilan dari
Indonesia dapat memenangkan semua kategori lomba. Hari per hari telah ku
lalui di Malaisya. Besok adalah Final, Alhamdullilah aku masuk 5 besar.
Besok saya akan membawakan Tari Topeng. Peserta demi peserta telah
menampilkan bakatnya. Segerlah aku untuk maju di depan banyak orang
asing. Perasaaaku saat itu sangat campur aduk, antara senang dan sedikit
gerogi. Tetapi, karena ambisi dan semangat ku untuk memperkenalkan
Budaya Indonesia aku akan menampilkan yang terbaik untuk semua orang,
khusunya ibuku tercinta. Aku akan segera membiayai seluruh pengobatan
ibu dan kubayar lunas semua hutang-hutang keluargaku.
Jam demi jam telah berlalu. Semua peserta telah menampilkan budaya
mereka masing-masing. Besuk dimana pengumuman pemenang lomba. Kami semua
pun kembali ke hotel.
Sang bulan yang penuh keceriaan datang. Tiba-tiba aku sangat rindu
kepada ibu dan adikku. Kuptuskan untuk menelefon mereka.
“Assalamualaikum,” kataku. “waalaikumsallam, ini siapa yaa” balas
seorang wanita “ini Kinanthi, lho, ini ibu kan?” balasku yang sedikit
kebingungan. “ohh, dek Kinanthi, ini Bu. Shanti. Ibu dan adik kamu sudah
tertidur pulas” balas bu Shanti. “ohh, ya udah bu. Salamkan dari saya
untuk mereka semua, terima kasih” balasku. “iyaa dek, sama sama” balas
Bu. Shanti.
Sang surya telah bangun dari tidurnya. Menandakan aku harus bangun
dari lautan mimpiku. Aku segera mengambil air wudhu dan berdoa agar
hasil yang aku capai ini dapat memuaskan. Setelah itu, aku mandi. Kata
Bu. Dewi pengumuman pemenang lomba di bacakan pukul 12.00 atau setelah
makan siang. Jadi, aku masih bisa menikmati suasana Malaysia.
Pukul 12.00 datang, jam di mana aku harus menerima apapun hasilnya.
Alhamdullilah perwakilan dari Indonesia kategori “Menyanyi atau
menambang lagu khas budaya negara” memenangkan juara 2. Aku sudah tak
sabar ingin mendengar siapa pemenang kategori lomba “Menari tarian
budaya negara”. “Juara ketiga diraih oleh, Fellixsya Hanna Jung dari
Jepang yang membawakan tari nihon buyo, dan juara kedua di raih oleh
Melisa Putri Bramantyo dari Singapura yang membawakan tari Bharatanatyam
dan untuk juara pertama di raih oleh Kinanthi Putri Aisya dari
Indonesia membawakan tari Topeng. Untuk para juara dipersilahkan maju
untuk menerima hadiah dan foto bersama untuk kenang-kenangan” jelas juri
atau host.
Ya Alllah aku tidak menyangka semua itu, ternyata aku bisa menang
tingkat Internasioanal, Ya Allah aku mungkin mimpi. Tetapi, ketika aku
menampar pipiku rasanya sakit dan ternyata ini benar-benar terjadi. Ya
Allah terima kasih, akhirnya semua doaku engkau kabulkan. Aku pun segera
maju dan menerima piala dan hadiah. Akhirnya perjuangan ku untuk
mengenalkan Budaya Indonesia yang sangat keren ini dapat terwujud.
Akhirnya kami semua pulang ke Indonesia dengan rasa bangga. Kami di
sambut oleh Bapak Susilo Bambang Yudhoyono di istana negara. Satu moment
yang tidak dapat dilupakan. Sesampainya di rumah, aku langsung memeluk
ibu dan adikku. Aku sangat rindu sekali kepada mereka. Dengan uang yang
kudapatkan ketika lomba kemarin, ibu sekarang lebih baik dari pada
sebelumnya. Dan kami sudah dapat membeli rumah yang kami tinggali, yang
sebelumnya kami hanya mampu mengontrak. Dan, kehidupanku sekarang lebih
nyaman dibandingkan dulu. Sekarang, aku dan Yuri sudah menjadi teman
bahkan sahabat. Tetapi, aku masih berjualan kue tradisional ke kantin
bahkan ke pasar.
Pesanku kepada para generasi muda. Cintailah Keanekaragaman Budaya di
Indonesia. Karena, dari Budaya lah suatu negara dapat menunjukan ciri
khasnya. Pelajari dan lestarikan lah Budaya Indonesia. Dan, jika ingin
mendapatkan apa yang kita harapkan, berusahalah dan terus berdoa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
maaf ga bener, jelek, lagi iseng2 aja .. hihhihi..
Cerpen Karangan: Iustitia Widya Prastiti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar