Kembali di era pemerintahan Hindia-Belanda,
De Javasche Bank didirikan tepatnya pada tahun 1828. De Javasche Bank
bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Kira-kira satu abad kemudian,
tepatnya pada tahun 1953, Bank Indonesia dibentuk dengan menggantikan
fungsi dan peran De Javasche Bank. Sebagai bank sentral, Bank Indonesia
saat itu memiliki tiga fungsi utama yaitu di bidang perbankan, moneter,
dan sistem pembayaran. Selain itu, Bank Indonesia juga diberi wewenang
untuk melakukan fungsi bank komersial sebagaimana pendahulunya.
Lima
belas tahun kemudian pemerintah menerbitkan Undang-Undang Bank Sentral
yang isinya mengatur tentang tugas serta kedudukan Bank Indonesia.
Undang-Undang ini tentunya juga sebagai pembeda atas bank-bank lain yang
melakukan fungsi komersial. Setelah diterbitkan Undang-Undang tersebut,
Bank Indonesia juga memiliki tugas tambahan yaitu membantu pemerintah
dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pada
tahun 1999 Bank Indonesia memasuki era baru dalam sejarah sebagai Bank
Sentral independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Tugas tersebut ditetapkan dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999.
Setelah itu, beberapa amendemen Undang-Undang Bank Indonesia dilakukan.
Pertama pada tahun 2004, UU Bank Indonesia diamendemen dengan
konsentrasi pada aspek penting yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas
dan wewenang Bank Indonesia. Amendemen selanjutnya yaitu pada tahun
2008 ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU
No. 2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 tahun 1999.
Dalam perubahan tersebut ditegaskan bahwa Bank Indonesia juga berperan
sebagai bagian dari upaya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Perubahan Undang-Undang tersebut ditujukan untuk mewujudkan ketahanan
perbankan secara nasional untuk menanggulangi krisis global melalui
peningkatan akses perbankan terhadap layanan pembiayaan jangka pendek
dari BI.